Monumen Pers Nasional Surakarta, Tonggak Sejarah Pers Nasional
Posted on Maret 12, 2010 by Goda-Gado
Monumen Pers Nasional Surakarta
Tanggal
25 – 28 Februari 2010 lalu, aku pulang Solo menghabiskan liburan
panjang akhir pekan yang bertepatan dengan adanya libur hari Maulid Nabi
Muhammad SAW. Selama empat hari, aku lebih banyak menghabiskan waktu di
luar rumah untuk menguras rasa kangen yang cukup tak tertahankan (:D
lebay) terhadap my hometown, Solo.
Maklum, belum berkeluarga. Sambil jalan-jalan bawa kamera Casio Exilim
Ex-Z75, kupotret beberapa hal yang menarik perhatianku. Salah satunya
adalah Monumen Pers.
Monumen
Pers Nasional berlokasi di Jl. Gajah Mada yang sebelumnya merupakan
gedung yang dulunya bernama Gedung Sasono Suko Societet milik Kraton
Mangkunegaran. Monumen Pers didirikan untuk memperingati Hari Jadi Pers
saat diadakan pertemuan para wartawan seluruh Indonesia (PWI) pada
tanggal 9 Februari 1946. Peresmian gedung monumen ini baru dilakukan
oleh Presiden RI saat itu, Soeharto, pada tanggal 9 Februari 1978
sebagai peringatan perjuangan pers di Indonesia, meskipun sebenarnya di
zaman Soeharto pers justru dikebiri. Melalui SK Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 151/M.PAN tanggal 6 Juni 2002, Monumen Pers
Nasional dijadikan sebagai UPT Lembaga Informasi Nasional.Di dalam komplek Monumen Pers sepengetahuanku ada sebuah museum tentang pers. Naskah-naskah dan dokumen kuno yang merupakan bukti-bukti perjalanan sejarah Pers Nasional dan perjuangan bangsa Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, kemerdekaan hingga jaman pemerintahan saat ini, konon, bisa disaksikan di gedung monumen pers. Oleh karena itu, Monumen Pers Nasional merupakan tempat yang tepat untuk wisata pendidikan dan melihat perkembangan politik Indonesia melalui kacamata pers.
Menurut penjelasan dari laman Rongowarsito,
di dalam kompleks Monumen Pers Nasional terdapat ruang perpustakaan,
museum pers, ruang dokumentasi dan konservasi, serta ruang serbaguna.
Waktu aku masih SMA, seingatku juga terdapat ruangan yang dipakai atau
disewa oleh sebuah bimbel terkenal asal Yogyakarta di salah satu sudut
komplek gedung ini. Kalau sekarang, aku ndak tahu.
Masih dari uraian penjelasan di laman Rongowarsito, Perpustakaan
Monumen Pers Nasional memiliki lebih dari 13.000 pustaka. Terbuka untuk
umum setiap hari kerja dari Senin s/d Jum’at dan melayani pengunjung
yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dosen, peneliti, dan masyarakat
umum. Saat ini Perpustakaan Monumen Pers Nasional mempunyai lebih dari
3500 anggota. Sayangnya selama masih tinggal di Solo, aku justru tidak
mendaftar menjadi anggota.
Museum
Pers mengoleksi sarana dan prasarana informasi komunikasi maupun
berbagai benda-benda bersejarah di bidang informasi dan komunikasi
antara lain mesin ketik milik Perintis Pers Bapak Bakrie Soeriatmadja,
pakaian wartawan yang tertembak waktu meliput integrasi Timor Timur.
Juga terdapat koran-koran dan majalah kuno antara lain: Panorama
Perpustakaan Monumen Pers Nasional terbit tahun 1917, Tjahaja India
terbit tahun 1913, Hokiao terbit tahun 1925, Sinpo terbit tahun 1929. Di
Museum Pers disimpan pula Pemancar Radio Kambing yang dipergunakan pada
masa revolusi fisik dan patung-patung perintis pers Indonesia (sumber: Rongowarsito).
Ayahku
pernah cerita bahwa Monumen Pers Nasional memiliki lebih dari satu juta
eksemplar media cetak (koran, majalah, buletin) yang terbit dari
seluruh Indonesia sejak jaman sebelum kemerdekaan RI hingga sekarang.
Dokumen-dokumen tersebut telah didokumentasi dan dikonservasi sehingga
para pelajar, mahasiswa, dosen, peneliti maupun masyarakat umum dapat
melihat dan membaca dokumentasi yang tersimpan. Mungkin akan lebih baik
jika dokumen-dokumen itu didigitalisasi. Apa mungkin malah sudah
dimulai?Sejak seumur-umur aku tinggal di Solo, aku tidak terlalu sering mengunjungi gedung bersejarah ini. Kunjunganku di gedung ini bisa dihitung dengan jari kendati telah ribuan kali mungkin aku melewati gedung ini. Jika ada kesempatan ke Solo, aku ingin sekedar mengunjungi museum pers secara lebih dekat dilanjutkan dengan menikmati wedangan di depannya yang katanya maknyus. Agak lucu bagiku jika seorang pegiat pers tetapi belum bernah mengunjungi museum ini.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar