Cuteki gadgets

Rabu, 28 Maret 2012

No Image Preview
No Image Preview
No Image Preview

SID : Musik Indie Alami Perkembangan Pesat


Impian menjangkau major label hendaknya tidak membuat band indie menjadi kehilangan jati dirinya....

Sebagai salah satu band yang pernah berada di jalur Indie, Superman Is Dead (SID) yang personilnya terdiri atas Bobby Kool (gitaris), Eka Rock (bassis), dan Jrix (drummer), menilai bahwa perkembangan musik indie saat ini mengalami kemajuan yang pesat. Hal itu ditandai dengan bermunculannya grup musik indie dimana-mana, seperti di Bali dan Jakarta. Mereka juga sangat aktif dalam berbagai event. Ditambah lagi, mereka juga didukung oleh teknologi yang lebih canggih ketimbang di masa SID, dulu. Itu terlihat dari perangkat teknologi yang digunakan oleh band-band indie sekarang ini. Sampai-sampai, di kediaman mereka pun dilengkapi dengan studio mini yang didukung oleh software bagus.

“Sekarang ini banyak celahnya. Kemajuan teknologi juga sangat membantu, sehingga perkembangan musik indie semakin maju,” ujar Eka Rock, salah satu personil SID, kepada TNOL, di Denpasar, Senin 9 Januari 2012. Melalui teknologi, kata Eka lagi, mendukung band-band indie dalam menuangkan ekpresi serta menyebarluaskan produksi mereka. Dengan teknologi pula, networking mereka lebih cepat, lantaran bisa memberitahu kepada khalayak tentang karya yang mereka buat.

Masyarakat pun bisa mengetahui karya band-band indie tanpa perlu memiliki CD atau kaset, karena bisa melihatnya melalui jejaring sosial. Alhasil, mereka lebih mudah mengundang apresiasi publik terhadap karya yang mereka buat. Dari segi pemasaran, band indie bisa menyambangi label besar maupun kecil, agar bisa mendistribusikan secara menyeluruh kepada masyarakat.

Di samping itu, band indie juga memiliki kesempatan untuk muncul diberbagai media, baik televisi, radio, maupun koran dan majalah. Plus punya komunitas, sehingga mempermudah mereka dalam mengenalkan karya-karyanya. Saat berkiprah di dunia musik, SID sendiri tidak mencap diri sebagai band beraliran indie. Mereka membentuk band hanya ingin berekspresi dan berkarya. “Dulu kita tidak tahu band kita beraliran indie, kita berusaha keras membuat band hanya untuk berkarya,” ucap Eka.

Mereka mengeluarkan album perdananya yang bertajuk Case 15, pada 1997, di bawah label produksi Independent Entertaiment, yang mereka buat sendiri. Itu pun mereka buat dari perolehan dana manggung di Tabanan. Karya itu mereka pasarkan lewat jalur teman ke teman. Di album kedua, mereka sudah tidak memiliki dana lagi. Meski begitu, mereka tetap mengeluarkan album yang bertajuk Superman Is Dead itu pada 1998, dibawah bendera Rizt Clothing.

Lalu di 2002 mereka mengeluarkan album Bad, Bad, Bad, dalam format CD (mini album), yang di produksi oleh Rizt Cloth & Suicide Glam. Kemudian Bad, Bad, Bad di produksi lagi oleh Spills Record, dalam bentuk kaset. Sayang distribusinya tidak berjalan bagus. Mereka kemudian mendapat tawaran dari label berbeda untuk merilis ulang album-album mereka. Tawaran itu datang bersamaan dengan major label Sony Music Indonesia. Kala itu, SID tidak berpikir untuk masuk ke major label.

Mereka tidak pernah mengirim demo ke label tersebut. Namun rupanya, Sony telah mengikuti perjalanan SID, sehingga berniat menggandeng band asal Bali tersebut. Mereka akhirnya menerima tawaran dari major label itu, dengan catatan, tidak mengintervensi mereka dalam bermusik, membuat lirik, cover, dan video klip. Label hanya menentukan single hits SID saja. “Perdebatan paling mendalam hanya masalah lirik. Mereka ingin lirik Indonesia, sementara kami terbiasa (lirik berbahasa) Inggris. Akhirnya diputuskan 70 persen lirik berbahasa Inggris, dan 30 persen Indonesia,” ungkap Eka. SID pun menjalani kontrak pertama dengan major label pada 2003, lewat album Kuta Rock City. Kemudian berlanjut dengan album The Hangover Decade (2004), Black Market Love (2006), dan Angels and The Outsiders (2009).

Seiring perjalanan waktu, akhirnya mereka terbiasa dengan lirik Indonesia. Kini, lagu-lagu mereka lebih dominan berbahasa Indonesia. SID mengikat kontrak dengan major label sebanyak enam album. Mereka masih menyisakan dua album lagi, dan dalam waktu dekat segera meluncurkan album The Best Limited Edition dalam bentuk piringan hitam. Itu adalah album yang berisikan delapan lagu, yang diambil dari album pertama sampai album terakhir. “Semoga Februari nanti bisa release,” harap Eka. Dalam kesempatan ini, SID berpesan, agar band indie yang ingin tembus major label atau “dilirik” label besar, harus berkarya dengan karakter tersendiri dan tidak terbawa arus.

Diambil dari :http://www.tnol.co.id/id/movies-music/12415-superman-is-dead-musik-indie-alami-perkembangan-pesat.html
Superman Is Dead on Facebook

Endank Soekamti

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Endank Soekamti
Latar belakang
Asal Bendera Indonesia Jogjakarta, Indonesia
Genre Rock
Tahun aktif 2001 – sekarang
Situs web SoeKamti.com
Anggota
Erik
Dori
Ari
Mantan anggota
-
Endank Soekamti adalah grup musik (band) asal Yogyakarta yang beranggotakan tiga personal: Ari (drum), Dori (gitar), dan Erik (bas dan vokal). Grup ini banyak menggunakan idiom punk dalam bermusik, meskipun tidak mengusung ideologinya. Lirik-liriknya terkesan "semaunya", kadang-kadang kasar, dan "nyeleneh", khas humor Yogyakarta. Nama grup musik ini diambil dari nama dua perempuan yang memiliki kesan dalam kehidupan personilnya.[1] Kata "Endank Soekamti" dapat juga dianggap pelesetan dari idiom "enak sekali".
Grup musik ini berdiri pada bulan Januari 2001. Kariernya diawali dari manggung dari satu panggung pertunjukan ke panggung lainnya di seputaran Yogya dan Solo, terutama pada acara-acara mahasiswa. Pada tahun 2003 mereka merilis album pertama, Kelas 1, dengan hit "Bau Mulut" di bawah label Indie, dan terjual 75 ribu kopi.[2] Album kedua dirilis 2004 di bawah nama Pejantan Tambun dengan 16 lagu. Album ketiga dirilis 2007 dengan nama Sssttt...!!!.[3] Album pertama diproduksi di bawah label "Proton Record" dan album kedua dan ketiga di bawah "Warner Music Indonesia".[4]
Penggemar grup ini dijuluki Kamtis.

Kamis, 22 Maret 2012

Superman Is Dead

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Superman Is Dead

Dari kiri ke kanan: Jerinx, Bobby Kool, dan Eka Rock
Latar belakang
Alias SID
Asal Bendera Indonesia Bali, Indonesia
Genre Punk rock
Tahun aktif 1995 - sekarang
Label Sony Music Indonesia, Sony BMG Indonesia
Situs web http://supermanisdead.net
Anggota
Bobby Kool
Eka Rock
Jerinx
Superman Is Dead (disingkat SID) adalah sebuah grup musik dari Bali, bermarkas di Poppies Lane II - Kuta. Grup musik ini beranggotakan tiga pemuda asal Bali, yaitu: Bobby Kool sebagai gitaris dan vokalis, Eka Rock sebagi bassis, dan Jerinx sebagai drummer.
Pada awal mula kemunculan, sekitar akhir tahun 1995, SID terpengaruh gaya musik dari band-band asing seperti Green Day dan NOFX. Di kemudian hari, inspirasi musikal SID bergeser ke genre Punk 'n Roll à la grup musik Supersuckers, Living End dan Social Distortion.
Penggemar Superman Is Dead disebut Outsiders bagi yang laki-laki dan Lady Rose bagi yang perempuan.

Daftar isi

 [sembunyikan
Sejarah Superman Is Dead yang biasanya dipanggil SID terbentuk pada tahun 1995. Awal mula terbentuknya SID (Superman Is Dead) dimotori oleh anggota band heavy metal thunder bernama Ari Astina sering dipanggil Jerinx yang ingin membentuk band baru. Dan drummer band new wave punk diamond clash Budi Sartika yg biasa dipanggil Bobby Kool yang ingin menjadi gitaris dan vokalis.
Jerinx dan Bobby bertemu di Kuta Bali. Kedua orang itu kemudian sepakat untuk membentuk sebuah band. Pada saat itu bass masih diisi oleh additional bassist bernama Ajuzt. Band mereka pada awalnya membawakan lagu-lagu dari Green Day.
Hari berganti hari datanglah personel baru yang bernama Eka Arsana panggilannya Eka Rock. Eka menjadi resmi sebagai personel SID. Dulu nama bandnya bukan Superman Is Dead tetapi Superman Is Silver Gun. Kemudian karena nama Superman Is Silver Gun kurang cocok bergantilah menjadi Superman Is Dead atau SID. Superman Is Dead mempunyai arti yaitu bahwa manusia yang sempurna hanyalah illusi belaka dan imajinasi manusia yang tidak akan pernah ada.

Album

Kuta Rock City

Kuta Rock City dirilis secara resmi pada Maret 2003 dibawah label Sony Music Indonesia. Dengan single-single andalannya yaitu Punk Hari Ini dan Kuta Rock City yang kental dengan pengaruh Green Day dan NOFX langsung membuat nama SID disejajarkan dengan band-band rock.Selain beberapa lagu baru, SID juga menambahkan beberapa lagu lama dari album indie mereka tetapi dengan aransemen yang lebih baik dan baru. Album perdana SID ini langsung melambungkan nama SID sebagai band pendatang baru terbaik. Selain itu pula, ini merupakan langkah pertama SID di mayor label yang menimbulkan beberapa kontroversi di kalangan punk.

The Hangover Decade

Album yang dirilis tahun 2005 ini merupakan penanda 10 tahun SID berdiri. Di album keduanya SID masih mengambil jalur Punk seperti pada album Kuta Rock City, Di Album ini SID kembali memasukkan beberapa lagu lamanya seperti Long Way to The Bar, TV Brain, Bad bad bad, dan Beyond This Honesty.

Black Market Love

Album ketiga ini terkesan lebih dewasa[rujukan?], dengan lirik yang bercerita tentang kemarahan alam, keserakahan manusia, keadaan sosial dan politik. Dengan memasukkan unsur-unsur alat musik seperti akordion, trompet dan keyboards, seperti pada lagu Bukan Pahlawan dan Menginjak Neraka. Album ini dirilis tahun 2006.

Angels & the Outsiders

Album keempat yang dirilis tahun 2009 pada mayor label ini mengesankan bahwa semakin dewasanya SID. Masih seperti album sebelumnya, SID tetap mengandalkan lirik sosial dan perlawanan terhadap penindasaan. Album kali ini SID masih memainkan musik punkrock dengan sentuhan rock n' roll. Album SID ini menuai keberhasilan. Salah satunya adalah SID berhasil diundang ke Warped Tour Festival di Amerika Serikat dan melaksanakan tour di beberapa kota di USA. Ini merupakan keberhasilan SID karena merupakan satu-satunya band Indonesia dan band kedua di Asia yang dipanggil ke Warped Tour walaupun album mereka tidak dirilis di USA.

Senin, 19 Maret 2012

Monumen Pers Nasional Surakarta, Tonggak Sejarah Pers Nasional

 
 
 
 
 
 
2 Votes
Monumen Pers Nasional Surakarta
Tanggal 25 – 28 Februari 2010 lalu, aku pulang Solo menghabiskan liburan panjang akhir pekan yang bertepatan dengan adanya libur hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Selama empat hari, aku lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk menguras rasa kangen yang cukup tak tertahankan (:D lebay) terhadap my hometown, Solo. Maklum, belum berkeluarga. Sambil jalan-jalan bawa kamera Casio Exilim Ex-Z75, kupotret beberapa hal yang menarik perhatianku. Salah satunya adalah Monumen Pers.
Monumen Pers Nasional (tampak depan)
Monumen Pers Nasional (tampak depan)
Monumen Pers Nasional berlokasi di Jl. Gajah Mada yang sebelumnya merupakan gedung yang dulunya bernama Gedung Sasono Suko Societet milik Kraton Mangkunegaran. Monumen Pers didirikan untuk memperingati Hari Jadi Pers saat diadakan pertemuan para wartawan seluruh Indonesia (PWI) pada tanggal 9 Februari 1946. Peresmian gedung monumen ini baru dilakukan oleh Presiden RI saat itu, Soeharto, pada tanggal 9 Februari 1978 sebagai peringatan perjuangan pers di Indonesia, meskipun sebenarnya di zaman Soeharto pers justru dikebiri. Melalui SK Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 151/M.PAN tanggal 6 Juni 2002, Monumen Pers Nasional dijadikan sebagai UPT Lembaga Informasi Nasional.
Di dalam komplek Monumen Pers sepengetahuanku ada sebuah museum tentang pers. Naskah-naskah dan dokumen kuno yang merupakan bukti-bukti perjalanan sejarah Pers Nasional dan perjuangan bangsa Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, kemerdekaan hingga jaman pemerintahan saat ini, konon, bisa disaksikan di gedung monumen pers. Oleh karena itu, Monumen Pers Nasional merupakan tempat yang tepat untuk wisata pendidikan dan melihat perkembangan politik Indonesia melalui kacamata pers.
Contoh Koran dari Berbagai Daerah (source:museumronggowarsito)
Menurut penjelasan dari laman Rongowarsito, di dalam kompleks Monumen Pers Nasional terdapat ruang perpustakaan, museum pers, ruang dokumentasi dan konservasi, serta ruang serbaguna. Waktu aku masih SMA, seingatku juga terdapat ruangan yang dipakai atau disewa oleh sebuah bimbel terkenal asal Yogyakarta di salah satu sudut komplek gedung ini. Kalau sekarang, aku ndak tahu.
Vitrin berisi edisi tertua majalah-majalah yang pernah terbit di Indonesia
Vitrin berisi edisi tertua majalah-majalah yang pernah terbit di Indonesia
Masih dari uraian penjelasan di laman Rongowarsito, Perpustakaan Monumen Pers Nasional memiliki lebih dari 13.000 pustaka. Terbuka untuk umum setiap hari kerja dari Senin s/d Jum’at dan melayani pengunjung yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dosen, peneliti, dan masyarakat umum. Saat ini Perpustakaan Monumen Pers Nasional mempunyai lebih dari 3500 anggota. Sayangnya selama masih tinggal di Solo, aku justru tidak mendaftar menjadi anggota.
Ruang Dokumentasi Surat-Surat Kabar
Ruang Dokumentasi Surat-Surat Kabar
Museum Pers mengoleksi sarana dan prasarana informasi komunikasi maupun berbagai benda-benda bersejarah di bidang informasi dan komunikasi antara lain mesin ketik milik Perintis Pers Bapak Bakrie Soeriatmadja, pakaian wartawan yang tertembak waktu meliput integrasi Timor Timur. Juga terdapat koran-koran dan majalah kuno antara lain: Panorama Perpustakaan Monumen Pers Nasional terbit tahun 1917, Tjahaja India terbit tahun 1913, Hokiao terbit tahun 1925, Sinpo terbit tahun 1929. Di Museum Pers disimpan pula Pemancar Radio Kambing yang dipergunakan pada masa revolusi fisik dan patung-patung perintis pers Indonesia (sumber: Rongowarsito).
Ayahku pernah cerita bahwa Monumen Pers Nasional memiliki lebih dari satu juta eksemplar media cetak (koran, majalah, buletin) yang terbit dari seluruh Indonesia sejak jaman sebelum kemerdekaan RI hingga sekarang. Dokumen-dokumen tersebut telah didokumentasi dan dikonservasi sehingga para pelajar, mahasiswa, dosen, peneliti maupun masyarakat umum dapat melihat dan membaca dokumentasi yang tersimpan. Mungkin akan lebih baik jika dokumen-dokumen itu didigitalisasi. Apa mungkin malah sudah dimulai?
Atribut Wartawan Perang di Timor Timur
Atribut Wartawan Perang di Timor Timur
Sejak seumur-umur aku tinggal di Solo, aku tidak terlalu sering mengunjungi gedung bersejarah ini. Kunjunganku di gedung ini bisa dihitung dengan jari kendati telah ribuan kali mungkin aku melewati gedung ini. Jika ada kesempatan ke Solo, aku ingin sekedar mengunjungi museum pers secara lebih dekat dilanjutkan dengan menikmati wedangan di depannya yang katanya maknyus. Agak lucu bagiku jika seorang pegiat pers tetapi belum bernah mengunjungi museum ini. :D .

Galeri Foto Aksi Pasoepati di Tour Bandung

Sabtu, 10 Maret lalu menjadi saat yang bersejarah bagi Pasoepati. Di waktu itu, ratusan Pasoepati menyambangi kota kembang Bandung untuk memberikan dukungan pertandingan tandang Persis Solo yang menjamu tim Persikab kabupaten Bandung.
Demi untuk Persis, Pasoeltan tiba di stadion Si Jalak Harupat, Bandung.
Selain misi mendukung tim Persis bertanding, misi lainnya yang dibawa Pasoepati selama berada di Bandung adalah misi perdamaian dengan kelompok suporter Bandung, Viking dan Bobotoh.
Beberapa hari sebelumnya, Pasoepati, Viking dan Bobotoh memang telah menyatakan ikrar perdamaiannya. Dan pada kesempatan Sabtu lalu, Pasoepati pun memetik dari buah perdamaian tersebut dengan pelayanan yang nyaman dan aman selama berada di kota Bandung.
Seperti apa kemeriahan yang terjadi selama berlangsungnya tur Bandung, Sabtu lalu? Berikut kami sajikan beberapa liputan foto dokumentasi yang terjadi di stadion Si Jalak Harupat, Bandung.
Perjalanan panjang dari Solo, membuat Pasoepati tampak kelelahan sesampainya di Bandung.
Narsis terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam stadion.
Srikandi Pasoepati tak mau kalah unjuk aksi di dalam stadion.
Satu warna merah tanpa embel-embel atribut kelompok suporter lain.
Kelompok suporter Bandung penuhi janjinya memberikan kenyamanan dan keamanan bagi Pasoepati selama di Bandung. Terima kasih, sedulur..
Buah dari perdamaian suporter, saling kompak dalam satu tribun.
Kombinasi warna Hijau, Biru dan Merah tersaji di tribun Pasoepati.
Tur Pasoepati tak selalu identik dengan suporter pria.
Kelompok suporter Bonek Bandung turut serta meriahkan tribun Pasoepati. Terima kasih, sedulur..
Hijau, Merah, Biru, bermakna khusus di tribun Pasoepati.
Terlepas dari hasil di lapangan, tetap berkobar semangat di tribun suporter.
Meski beratribut hitam, mereka juga bagian dari Pasoepati.
Awal dari sebuah aksi Smoke Bomb!
Asap mulai mengepul di tribun Pasoepati.
Pemandangan tribun Pasoepati di tribun barat stadion Si Jalak Harupat, Bandung.
Terus beraksi dan bernyanyi tanpa melihat hasil pertandingan.
Pasoepati Ultras turut ramaikan tur Pasoepati ke Bandung
Meski hanya 500an anggota, namun Pasoepati mendominasi isi stadion.
Viking, Bobotoh, Pasoepati dan suporter Persikab jalin ikrar perdamaian di masa jeda pertandingan.
Pasoepati : “Selamat Ulang Tahun, Persib!”
Berkobar semangat di awal pertandingan babak kedua.
Red Flares mulai membara di tribun.
Aksi dramatis Pasoepati “membakar” tribun Si Jalak Harupat.
Bakar, bakar, bakar dan terus terbakar.
Membara di tengah-tengah laga.
Terus menyala membuat tribun Pasoepati tampak semakin memerah.
Terus di bakar untuk sebuah aksi yang menarik.
Red Flares.. Reda Flares..
Ratusan suporter tim Persikab rayakan kemenangan di tribun timur.
Bonekmania, Viking, Bobotoh dan Pasoepati foto bareng di luar stadion seusai pertandingan

1998-sekarang

Mal Ratu Luwes di Pasar Legi yang terbakar
Pada tahun Kerusuhan Mei 1998, tepatnya tanggal 14-15 Mei, terjadi pembakaran dan pengrusakan rumah-rumah penduduk serta fasilitas-fasilitas umum sehingga menyebabkan kota Solo lumpuh selama beberapa hari. Berbagai bangunan di Jalan Slamet Riyadi menjadi sasaran anarki massa. Kantor-kantor, bank-bank, serta kawasan pertokoan, antara lain Matahari Beteng, dirusak dan dijarah massa. Mobil-mobil di jalanan dibakar dan dihancurkan. Di sejumlah kawasan Solo lainnya seperti di Nusukan, Gading, Tipes, Jebres, serta hampir seluruh penjuru kota juga meletus aksi serupa. Kerusuhan kian meluas. Massa di hampir seantero kota turun ke jalan melakukan pelemparan dan pembakaran bangunan maupun mobil dan motor. Bahkan juga penjarahan. Asap mengepul di mana-mana. Di Jalan Slamet Riyadi yang semula hanya terjadi pelemparan, berganti pembakaran. Di antaranya Wisma Lippo Bank dan Toko Sami Luwes. Supermarket Matahari Super Ekonomi (SE), serta Cabang Pembantu (Capem) Bank BCA di Purwosari, yang semula hanya dilempari, akhirnya dibakar. Di Solo bagian utara, massa membakar Terminal Bus Tirtonadi. Tak kurang dari empat bus ikut dibakar. Di Solo bagian barat, amuk massa juga menerjang Kantor Samsat, Jajar. Selain itu, Plasa Singosaren berlantai tiga turut pula dihanguskan. Monza Dept Store di sebelahnya, diremuk, juga toko sepatu Bata dan beberapa toko lain. Peristiwa kerusuhan juga terjadi di kawasan Gading dan sekitarnya.[5][6]
Kerusuhan tak hanya di Solo. Massa di barat Kampus UMS bergerak ke barat dan melakukan kerusuhan di Kartasura. Mereka membakar Kantor Bank BCA, Lippo, Danamon serta ATM BII, di samping pertokoan serta sebuah supermarket di Jalan Raya Kartasura, Sukoharjo, Toserba Mitra. Diler Suzuki, salon, toko kain, toko elektronik serta toko mebel dibakar. Pada Jumat 15 Mei, aksi perusakan dan pembakaran masih berlanjut. Sekitar pukul 07.00 WIB masyarakat dikejutkan oleh asap hitam tebal yang membubung ke angkasa dari kawasan Gladak. Ternyata, Plasa Beteng telah dibakar massa. Setelah itu berturut-turut sejumlah tempat yang semula luput dari amukan massa pada hari sebelumnya, akhirnya disasar juga. Toserba Ratu Luwes, Luwes Gading, pabrik plastik di Sumber serta puluhan tempat lain dibakar dan dijarah massa. Begitu juga pembakaran terhadap kendaraan roda dua dan empat masih terjadi di beberapa jalanan. [5]
Kerusuhan kemudian merambat menjadi kerusuhan rasial, para perusuh itu menyerang pertokoan yang kebanyakan milik orang Tionghoa, tergambar dengan hampir semua toko di eks Karesidenan Surakarta (Solo Raya) tertulis ‘Milik Pribumi’, sekalipun tulisan itu bukan cara ampuh untuk menghindari perusakan, penjarahan hingga pembakaran. [5]
Siang hari tanggal 14 Mei peristiwa tersebut selesai. Banyak toko-toko besar yang hangus terbakar seperti Pasar Singosaren, SE Purwosari hingga rumah Harmoko dan bioskop di Solo Baru juga tidak luput dari bidikan massa. Menurut saksi mata, amuk massa di Solo, 14-15 Mei itu, ada yang memprovokasi. Dua saksi, seorang guru dan seorang alumnus sebuah PTS menyatakan pelaku kerusuhan adalah sekelompok orang dengan dandanan khas. ”Mereka berkelompok 10 sampai 20 orang, menutup muka dengan sapu tangan dan melakukan provokasi sepanjang jalan agar warga ikut merusak.” Kedua orang itu menyatakan kesaksian mereka dalam dialog kerusuhan yang diadakan SMPT UMS, 12 Juni. Ketika asap kebakaran mulai sirna dan emosi massa mulai menurun, baru diketahui bahwa kerusuhan selama dua hari itu ternyata telah menelan korban jiwa 33 orang. Mayat mereka yang telah dalam keadaan hangus diketahui setelah dilakukan bersih-bersih atas puing-puing amuk massa. Dari 33 mayat itu, 14 di antaranya ditemukan terpanggang di dalam bangunan Toserba Ratu Luwes Pasar Legi. Sedangkan 19 lainnya terpanggang di Toko Sepatu Bata kawasan Coyudan. Di sisi lain, akibat banyaknya toko, swalayan, dan tempat usaha lain (lebih dari 500 buah) dirusak massa, mengakibatkan sekitar 50.000 hingga 70.000 tenaga kerja Solo menganggur. Menurut catatan Akuntan Publik Drs Rachmad Wahyudi Ak MBA, yang juga Managing Partner KAP Djaka Surarsa & Rekan Solo, kerugian fisik usaha yang ada di plasa dan supermarket mencapai sekitar Rp 189 miliar. Sementara, nilai total kerugian di Solo total Rp 457,5 miliar[7][5], sementara sumber lain memperkirakan kerugian mencapai 600 miliar[8]
Dua bulan setelah kerusuhan lewat, Solo di malam hari masih seperti kota mati, seperti di hari-hari dekat setelah kerusuhan. Toko-toko, juga kantor bank, masih poranda dan sebagian atau seluruhnya hangus bekas dibakar–Toko Serba-ada Super Ekonomi, Bank Central Asia, Bank Bill, warung Pizza Hut, Pasar Swalayan Gelael, Toko Serba-ada Sami Luwes, Toko Elektronik Idola, dan sejumlah toko kecil. Pascatragedi tersebut, berbagai wajah bangunan dan pertokoan di beberapa wilayah Kota Solo juga tampak mengalami perubahan. Perubahan itu bisa ditandai dengan berubahnya wajah bangunan itu menjadi bangunan yang lebih rapat, tertutup dan dihiasi oleh terali-terali besi. Bangunan yang secara arsitektur dulunya terbuka dan berwarna transparan tersebut, kini menjadi tertutup. Wajah lain yang tampak adalah mulai banyak hadirnya pintu dan portal di mulut gang-gang kampung. Pintu dan portal itu kebanyakan terbuat dari besi, dan di beberapa tempat dilengkapi oleh pos jaga/pos satpam, dan pada jam-jam tertentu bahkan ditutup rapat-rapat, sehingga tak memungkinkan orang bebas keluar masuk. Tak hanya perumahan elite, namun kampung-kampung juga. Jika ada yang masuk dan keluar, semuanya bisa terpantau, terawasi dan terkontrol.[5]
Beberapa bulan usai kerusuhan Mei, di penghujung tahun 1998, Kota Solo kembali menderita kerusakan meski tidak begitu parah. Pos-pos polisi dan rambu-rambu jalan dirusak dan dibakar anak-anak muda yang marah karena ditertibkan polisi saat balapan liar di jalan umum. [5]
Data kerusuhan Mei 1998 di Solo[9]
No. Jenis Tingkat kerusakan Jumlah
1 Perkantoran/Bank Dibakar/dirusak 56
2 Pertokoan/ swalayan Dibakar 27
3 Toko Dibakar/dirusak 217
4 Rumah makan Dibakar 12
5 Showroom motor/mobil Dibakar/dirusak 24
6 Tempat pendidikan Dirusak 1
7 Pabrik Dibakar 8
8 Mobil/truk Dibakar 287
9 Sepeda Motor Dibakar 570
10 Bus Dibakar 10
11 Gedung bioskop Dibakar 2
12 Hotel Dibakar 1
Kerusuhan kembali terjadi pada Oktober 1999 seiring gagalnya Megawati memenangi pemilihan presiden dalam SU MPR. Balaikota, kantor pembantu gubernur, sejumlah kantor bank, serta fasilitas-fasilitas publik lainnya rata dengan tanah setelah dibakar massa pada hari itu juga. Julukan kota sumbu pendek semakin melekat bagi Solo. Sejarawan Solo Sudarmono, mencatat sejak 1965 hingga 1999 telah terjadi 8 kali kerusuhan berskala kecil maupun besar di kota pusat kebudayaan Jawa tersebut.[5]
Hingga saat ini tidak ada dibangun monumen untuk memperingati hal ini, dan lembaran hitam sejarah ini mulai dilupakan penduduk kota Solo.
Pada tanggal 29 Oktober 2000, dan kembali pada 23 September 2001, menyusul serangan 11 September, kelompok garis keras "Laskar Islam Surakarta" melancarkan aksi penyisiran warna negara asing yang tinggal di Solo.
Sehubungan dengan terorisme, wilayah di sekitar Solo dikenal sebagai basis beberapa kelompok garis keras, seperti pesantren di Ngruki yang dipimpin oleh Abu Bakar Baasyir. Pada tanggal 3 Desember 2002, Ali Ghufron atau "Mukhlas", seorang tersangka Bom Bali dan pemimpin Jemaah Islamiyah, ditangkap di dekat Surakarta bersama dengan beberapa orang lainnya.
Kecelakaan transportasi yang terjadi di wilayah Solo antara lain: Lion Air Penerbangan 538 (30 November 2004) yang menyebabkan 26 orang meninggal dunia dan Kecelakaan kereta api di Solo 2010 yang menyebabkan satu orang meninggal di rumah sakit.
Sejak 2005, setelah Joko Widodo terpilih menjadi Wali Kota Solo, kota Solo perlahan-lahan bangkit kembali dan bangunan-bangunan yang terbakar yang dibiarkan tidak terurus mulai satu per satu dibersihkan.